Minggu, 10 Januari 2016

PENGGALAN KISAH MASA LALU



“ hi… ”
“ asl plz.. ”
Tanganku mengetik dengan lancar ketika ada seseorang yang menyapa dengan id radit_sby.
“ hi… ”
“ Surabaya, 25, male ”
“u… ”
Tanganku mulai meng-klik kolom balas.
“ Surabaya, 20, female ”
“ Nama mu “
Kutunggu beberapa menit dengan mata tak henti memandang layar monitor.
“ Raditya “
“ u… “
Hmm… Raditya nama yang bagus pikirku, jariku mulai mengetik balasan untuk Raditya.
“ Rissa “

Malam ini terasa sama seperti 10 tahun lalu, baunya, udaranya, bahkan suara bising kendaraan yang saling berebut meminta jatah jalan duluan masih terasa akrab di telinga ku. Ku melangkahkan kaki menuju kafe yang pernah ku kunjungi 10 tahun lalu. Hanya ada sedikit perubahan sana sini, aku melangkah mencari meja dimana aku dan raditya pernah duduk bersama.
“ Pesan apa mbak? “ Tanya pelayan, mataku masih melihat daftar menu yang sebagian besar aku tidak terlalu menyukainya. “Spaghetti dan es jeruk “ ujarku tersenyum sambil menyerahkan daftar menu tersebut ke pelayan yang kelihatannya sangat energik dan sigap. Hal itu terlihat dari tata laku dan cara berjalannya. Harusnya pemilik kafe ini senang dengan pekerjanya ini.

Mataku mulai memutari dekorasi ruangan kafe tingkat dua ini. Warna dasar masih sama yaitu kuning,
“ Rissa gimana kuliah mu, maaf ya aku jarang bisa menepati omongan untuk datang menemui mu “ kata raditya dengan mata berbinar. Tuhan itu yang ku suka dari salah satu makhluk ciptaanmu ini. Gaya bicara yang penuh percaya diri, wajah yang manis, postur meski tidak terlalu tinggi tetapi pas dengan besar badan, rambut terpotong rapi dan penampilan khasnya dengan kemeja dan jins tampak melekat sempurna di tubuhnya.
“ Tidak apa-apa “ dungu! Umpatku dalam hati kenapa hanya kata itu yang bisa aku ucapkan. Harusnya aku bilang ‘ hai radit dengar ya sudah berapa kali kamu bohongi aku untuk ketemu. Kamu tidak tahu betapa aku sangat merindukanmu. Dan kamu hanya sibuk dengan segala kerjaan dan aktifitas sial mu itu ‘. Harusnya aku marah karena sudah tak terhitung banyaknya Radit selalu membatalkan rencana bertemu dengan ku. Tapi setiap aku bertemu dengannya entah mengapa amarahku menguap melalui ubun-ubun kepalaku tanpa tersisa sedikitpun.

Pelayan datang membuyarkan ingatanku akan Raditya, “ silahkan mbak selamat menikmati, kalau ada yang dibutuhkan silahkan memanggil kami “ ujar pelayang itu ramah. Aku hanya tersenyum membalas perkataannya. Kupandangi menu yang telah kupesan. Seporsi Spaghetti di sajikan di piring putih tanpa garnis apapun. Sama persis ketika 10 tahun yang lalu ketika Raditya memesan makanan ini. Sebenarnya aku tidak suka makanan ini. Tetapi aku ingin merasakan apa yang Raditya rasakan ketikan menikmati makanan ini.
“ aku masih sibuk Ris, karena itu aku tidak bisa datang menemui mu “ kata Raditya sambil memakan Spaghetti di piring putih itu dengan lahap. Aku hanya tersenyum menanggapi omongan Raditya. Sekali lagi aku mengumpat dalam hati, mengapa kalau di depan Raditya aku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Lidah ku terasa kelu, sulit sekali untuk kata-kata keluar dari mulut ku. Meski kata-kata sudah demo di otakku meminta dikeluarkan melalui mulutku. Tetapi lidahku ogah diajak kerjasama. Kurasa organ-organ pengucapku sedang tidak sependapat.

Spaghetti ini terasa memuakkan di mulut ku, tetapi kupaksakan untuk memakannya. Aku yakin indera pengecapku saat ini mengucapkan sumpah serapah ke pada ku yang sudah memaksanya menelan makanan sialan ini. Kuberdamai dengan indera pengecapku dengan memberinya es jeruk yang menyegarkan. Segera dengan cepat aku menyelesaikan makan malam terburukku hari itu. Dan aku meninggalkan tempat itu menuju ke hotel tempatku menginap dan berjanji dalam hati bahwa ini terakhir kali aku menginjakkan kaki di kafe itu, dan terakhir kali pula aku memakan spaghetti.

Ku buka pintu kamar hotel itu dengan sebuah kartu yang diberikan resepsionis melalui lubang pintu. Hotel ini memang di desain untuk tamu tidak bertatap langsung dengan pegawai hotel. Setiap kendaraan langsung masuk ke bagasi yang jadi satu dengan kamar hotel. Menurut perkiraanku hal ini untuk melindungi privasi tamu hotel. Ada banyak perubahan di kamar hotel ini. Hanya peletakkan meubel nya yang tidak berubah. Selintas ada perih di hatiku. Bertahanlah Rissa bertahanlah ujar hatiku menyemangati jiwa ku yang mulai menunjukkan kerapuhannya. Kuletakkan tas ku di meja kecil dan aku mulai membaringkan badanku di tempat tidur.        
“ Ayo masuk, jangan takut “ ujar Raditya menggandeng tanganku dan menyuruhku duduk di kursi itu. Dan seperti biasa aku menurut tanpa terlalu banyak kata. “ Rissa kamu pertama kali ke hotel ya, jangan tegang gitu “ katanya duduk di depanku dengan jarak yang dekat sekali. Seketika aku gugup dan hanya menundukkan kepala. “ Rissa setelah lama kita kenal kamu masih saja bersikap pendiam begini “ kata Raditya sambil tersenyum, tangannya mengacak rambutku. Rasanya nyaman sekali di hatiku.
“ Mungkin karena aku melihat wajah mu, kalau di telepon kurasa aku bisa ngomong lebih banyak “ jawabku, ingin rasanya aku manampar mulutku sendiri yang terlalu jujur itu. Raditya tertawa pelan dan semakin mendekatkan wajahnya ke wajah ku. Aku bisa merasakan nafasnya menerpa wajahku. Hatiku semakin berdebar, logika ku melayang entah kemana. Dan kurasakan bibirnya menyentuh bibirku pelan dan aku hanya diam.

Kupejamkan mata di atas kasur yang bersprei putih itu, kepalaku terasa berdenyut. Perih dihati semakin nyata kurasa. Raditya, nama selalu tersimpan di hatiku selama bertahun tahun. Dengannya kulabuhkan cinta pertamaku, ciuman pertamaku, dan ........ mahkotaku. Tak terasa air mata mengalir tanpa kupinta, aku sangat memujanya, di sisinya semua terasa indah, di sisinya hanya ada rasa tanpa logika. Perjalanan ini benar-benar menyiksaku.

Alarm di HandPhone berbunyi keras, memaksa ku untuk segera mengusir kantuk yang masih menguasaiku. Sudah jam 08.00 pagi, berapa lama aku tertidur, masih kurasakan air mata yang telah kering di ujung mataku. Segera ku melangkahkan kaki ke kamar mandi , kunyalakan shower, kubiarkan airnya membasuh seluruh bagian tubuhku, membersihkan semua jejak 10 tahun lalu. Hari ini aku akan bertemu dengannya, ya dengan Raditya, setelah lewat masa 10 tahun. Hari ini aku akan mengungkapkan semua perasaan yang ada di hatiku yang dulu belum sempat ku katakan kepadanya, yang menyiksaku bertahun tahun. Aku ingin mengeluarkan segala kekecewaan dan amarah yang telah tersimpan di hatiku. Hari ini aku akan melupakan dia selamanya.

Ku kenakan pakaian terbaik yang aku punya, ku oleskan make up di wajahku dengan teknik terbaik yang aku bisa. Aku ingin bertemu dengan Raditya dengan penampilan terbaik yang aku mampu. Surabaya pagi itu sudah menunjukkan identitasnya sebagai kota besar, macet mulai merayapi setiap ujung jalan kota ini. Taxi yang membawaku tidak luput dari macet, mobil-mobil mulai melakukan perang klakson. Berisik sekali, karena itulah aku tidak menyukai kota ini, dan juga karena semua kenangan yang ada di kota ini. Aku menuju ke galaxy mall. Sampai di pelataran, aku turun dan langsung melangkahkan kaki ke lantai atas ke wilayah food court. Kuedarkan pandangan ke dalam mall ini.

Di depanku ada sepasang anak muda hanya saja anehnya yang laki-laki berjalan 5 centimeter di depan perempuannya. Penampilan yang laki-laki menunjukkan kalau dia adalah seorang executive muda, terlihat dari kemeja kotak-kotak yang dimasukkan ke celana kain yang tersetrika rapi. Rambut tampak basah dan rapi sekali cara menyisirnya, langkah kaki yang mantap tanda tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Pandanganku beralih ke perempuannya. Memakai kaos warna abu-abu dengan tulisan DAGADU besar di depannya. Kaos ini tampaknya kebesaran untuknya. Celana kain warna hitam, dan berjalan tergesa-gesa mengikuti irama langkah lelaki di depannya. Meskipun selalu menjaga jarak dengan lelaki itu. Pandangan matanya yang selalu menunduk, tampak sekali perempuan itu memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah. Sesekali mereka tersenyum karena gaya bercanda yang lelaki itu. Aku tidak menyukai perempuan yang tampak lemah itu.

Kupercepat langkah dan kuterobos bayang perempuan itu. Aku senang sekali karena perempuan itu kini menjadi seorang wanita matang yang percaya diri, melangkah tegap dan kepala memandang lurus kedepan.
Sampailah kakiku di food court ini. Kucari tempat duduk yang sama persis letaknya sama seperti 10 tahun lalu.
“ Rissa habisin ya nasi goreng kamu “ ujar Raditya yang tertawa melihatku bingung menghadapi piring besar berisi nasi goreng ini. Aku hanya tersenyum malu, dalam hati aku bertanya-tanya apakah dia memesan sesuatu yang disesuaikan dengan bentuk badanku. Kalau benar ashhh… malu sekali aku.
“ Banyak sekali nasi goreng nya “ kataku pelan dengan menyuapkan sesendok demi sesendok nasi goreng ini kedalam mulutku. Raditya menanggapi kata-kataku dengan tersenyum. Ini pertama kalinya aku diajak makan siang bersama, belum pernah ada laki-laki yang mengajakku makan siang, dialah orang yang pertama itu. Tidak banyak pembicaraan yang kami lewatkan siang itu. Hanya sekedar percakapan kecil yang hanya kutanggapi dengan senyuman atau anggukkan kepala. Semua inderaku sibuk menenangkan genderang di hatiku. Selepas makan siang, dia mengarahkan mobilnya keluar mall. Ku kira sudah selesai acara siang ini. Tetapi ternyata dia membelokkan mobilnya ke sebuah tempat. Kulihat plakat nama tempat ini, rupanya ini adalah tempat karaoke. Apa!! Ngapain aku diajak kesini. Menyanyi adalah mimpi buruk bagiku. Aku tidak pernah menyanyi di depan orang lain. Terakhir kali aku menyanyi di depan orang lain ketika aku berumur 6 tahun untuk acara perpisahan TK.
Raditya memesan ruang karaoke ukuran small dan membeli dua botol air putih dan sedikit cemilan. Gugup sekali aku, belum pernah aku pergi ke tempat seperti ini apalagi tujuannya untuk bernyanyi. Ruangan itu nyaman dengan AC yang tingkat kesejukkannya pas, ada sofa panjang depannya ada meja yang bawahnya berisi terdapat monitor. Di depannya sebuah TV besar. Di meja itu ada dua buah mix dan mix itu berhasil membuatku semakin gugup. Dia mulai memilih-milih lagu dan lagu pertama jatuh pada lagu Frank Sinatra yang berjudul May Way. Terpana aku melihat cara dia menyanyi dan terpesona aku akan suaranya. Fix! aku nyatakan aku Jatuh Cinta.

Setengah jam berlalu dari jam yang telah ditentukan. Aishhh… Raditya tidak berubah, selalu tidak bisa tepat waktu. Ku hisap pelan jus jeruk di depanku. Berkali-kali kulihat hand phone berharap ada pesan darinya. Aku ketik pesan untuknya “ Radit jadi datang atau tidak? Aku sudah datang setengah jam yang lalu “  jariku lalu mengarah ke tombol kirim. Tetapi hatiku ragu, cepat-cepat aku taruh hand phone itu di meja, sial! Umpat ku.

Kulihat di depanku ada seorang anak perempuan, perkiraan ku sekitar 2 tahun lebih. Lucu sekali caranya bercakap dengan Ibunya. Tidak bisa tenang rupanya anak itu, membuat kerepotan Ibunya. Tersenyum aku melihat adegan di depan itu. Tiba-tiba aku teringat putri kecilku di rumah, sedang apa dia kini, seharusnya aku sekarang bersamanya dan menyuapi makan siangnya. Kupandang sekeliling, hatiku mempertanyakan apa yang sedang kulakukan disini. Ini bukan masa depanku, masa depanku ada di rumah saat ini, putriku. Aku sangat merindukannya. Segera kulangkahkan kaki meninggalkan food court, meninggalkan bayangan Raditya yang duduk di kursi depanku. Yang memandangku kosong, ku balikkan badan, aku tersenyum ke arahnya dan dengan mantap aku meninggalkan tempat itu, meninggalkan semua masa laluku.    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar