Sabtu, 23 Januari 2016

ANGIN (BAGIAN 1)

ANGIN SANG PERAYU

Musik mengalun melalui earphone di telinga mungil milik Irina tangannya mencoba mengurai helai demi helai rambutnya yang keriting. Sebenarnya di a tidak menyukai rambutnya, dia lebih menyukai tekstur rambut yang lurus dan lembut. Sepertinya rambut model seperti itu lebih kelihatan cantik meski setelah bangun tidur sekalipun. Tidak seperti rambutnya, setelah bangun tidur sudah mencuat kesana kemari, macam daun pisang setelah terkena badai.  Tetapi apa hendak dikata, yang mengeriting rambut ini adalah malaikat yang bentuknya bakal kekal sampai akhir hayat. Pernah dicoba untuk rebonding, rambutku akhirnya lurus, tetapi kata nenek ku
 “rambutmu itu jelek sekali macam tikus habis kecebur got , tipis” .
Runtuhlah kebanggaan akan rambut reebondingku gara-gara fatwa yang dikeluarkan oleh nenek ku. Meski anak laki-laki tetangga sebelah bilang aku kian cantik, tetapi begitu fatwa nenek ku dikeluarkan,  rayuan anak laki-laki tetangga sebelah seolah tidak berguna lagi.
Ku hela nafas panjang jika ingat balada rambut rebonding ku, yang menghabiskan uang tabungan ku. Sial ... sungguh sial...!!
Musik instrument ini, suara gitarnya menyeruak  gendang telinga ku, perpaduan irama  india dan arab menuntun jariku menggoreskan kalimat-kalimat yang saling bertautan. Bertautan dengan hati, otak, dan seluruh indera ku..

_____

Malam kembali datang menggantikan siang, aku tak punya pilihan
Bulan membuat samudera menyurut, aku tak punya pilihan
Kabut kembali menyelimuti bukit, aku tak punya pilihan
Engkau hadir di hati dikala raga tiada sendiri, aku tak punya pilihan
Cinta dengan dimensi yang berbeda, datanglah aku buka gerbang untuk cinta mu
Kerinduan semburat bercampur senja, datanglah aku buka gerbang untuk rindu mu
Keperihan mengiris luka, datanglah aku buka gerbang untuk perih mu
Sepi merajam ruang dan waktu, datanglah aku buka gerbang untuk sepi mu
Kasih mu membuat ku hanyut dalam semesta
Aku menghilang dari diriku sendiri jika aku tanpa rasa mu
Kaki ini kularikan menghindari bayangmu tetapi selalu terhenti
Dan berlari kembali ke samudera pesonamu
Aku mencintai diriku sendiri, aku mencintaimu
Aku mencintai diriku sendiri, aku mencintaimu
                   
______
    
Penaku terhenti, buku berwarna biru berkertas putih telah terlukis oleh kata hatiku senja itu. Selalu datang pertanyaan yang dimulai kata mengapa, aku membenci kata itu sekarang, karena menimbulkan penyesalan , penyesalan yang tidak kuketahui sebelumnya.
Setahun sudah aku tidak mendengar beritamu. Bahkan angin tiba-tiba menjadi pelit untuk sekedar memberikan sedikit bisikan keberadaanmu. Dimana kamu sekarang, dimana kamu wahai penawan hati. Temui aku, bebaskan hatiku dari beratnya rindu ini. Lepaskan hatiku dari rasa bersalah ini. Angin senja ini menghembus pelan, kupejamkan mata ku konsentrasikan seluruh indera berharap dapat menangkap sedikit bayanganmu. Musik masih mengalun pelan di telinga ku, semakin membuat nyata kesepian yang kurasa. Aahhh... senja ini,  angin masih saja pelit padaku, menghantar sebutir air mata mengalir di pipi tanpa kuminta, dan mengering di tiup angin. Usah  kau hibur aku angin, hati ini hanya akan tersenyum jika aku tahu kabarnya.
Kututup jendela menghalau angin yang menunjukkan perhatiannya. Aku bukan orang yang mudah terayu. Ku lepaskan earphone, kumatikan musik yang membuat hatiku kian terjerumus rindu. Kupandang cermin di dinding kamar ku, kuraih sisir di meja mungil sebelah tempat tidurku. Pelan kusisir rambutku yang kusut masai. Terasa sakit di kulit kepala , tapi aku tidak perduli. Kusisir lagi dan lagi,
“rambutmu bagus, aku suka” katamu sambil memainkan rambutku
“kamu bercanda? Usah menghiburku, rambut keriting terlihat menggemaskan untuk anak kecil. Untuk seorang gadis rambut keriting adalah mimpi buruk” aku menarik rambutku yang membelit di  jemarinya
Aku tersentak ketika sisir menarik rambutku yang membelit liar menjadi satu.  Kenangan itu datang lagi.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar