ANGIN SANG PERAYU
Musik mengalun melalui earphone di
telinga mungil milik Irina tangannya mencoba mengurai helai demi helai
rambutnya yang keriting. Sebenarnya di a tidak menyukai rambutnya, dia lebih
menyukai tekstur rambut yang lurus dan lembut. Sepertinya rambut model seperti
itu lebih kelihatan cantik meski setelah bangun tidur sekalipun. Tidak seperti
rambutnya, setelah bangun tidur sudah mencuat kesana kemari, macam daun pisang
setelah terkena badai. Tetapi apa hendak
dikata, yang mengeriting rambut ini adalah malaikat yang bentuknya bakal kekal
sampai akhir hayat. Pernah dicoba untuk rebonding, rambutku akhirnya lurus,
tetapi kata nenek ku
“rambutmu itu jelek sekali macam tikus habis
kecebur got , tipis” .
Runtuhlah kebanggaan akan rambut
reebondingku gara-gara fatwa yang dikeluarkan oleh nenek ku. Meski anak
laki-laki tetangga sebelah bilang aku kian cantik, tetapi begitu fatwa nenek ku
dikeluarkan, rayuan anak laki-laki
tetangga sebelah seolah tidak berguna lagi.
Ku hela nafas panjang jika ingat
balada rambut rebonding ku, yang menghabiskan uang tabungan ku. Sial ...
sungguh sial...!!
Musik instrument ini, suara
gitarnya menyeruak gendang telinga ku, perpaduan
irama india dan arab menuntun jariku
menggoreskan kalimat-kalimat yang saling bertautan. Bertautan dengan hati,
otak, dan seluruh indera ku..
Malam kembali datang
menggantikan siang, aku tak punya pilihan
Bulan membuat
samudera menyurut, aku tak punya pilihan
Kabut kembali
menyelimuti bukit, aku tak punya pilihan
Engkau hadir di hati dikala
raga tiada sendiri, aku tak punya pilihan
Cinta dengan dimensi
yang berbeda, datanglah aku buka gerbang untuk cinta mu
Kerinduan semburat
bercampur senja, datanglah aku buka gerbang untuk rindu mu
Keperihan mengiris
luka, datanglah aku buka gerbang untuk perih mu
Sepi merajam ruang
dan waktu, datanglah aku buka gerbang untuk sepi mu
Kasih mu membuat ku
hanyut dalam semesta
Aku menghilang dari
diriku sendiri jika aku tanpa rasa mu
Kaki ini kularikan
menghindari bayangmu tetapi selalu terhenti
Dan berlari kembali
ke samudera pesonamu
Aku mencintai diriku
sendiri, aku mencintaimu
Aku mencintai diriku
sendiri, aku mencintaimu
______
Penaku terhenti, buku berwarna
biru berkertas putih telah terlukis oleh kata hatiku senja itu. Selalu datang
pertanyaan yang dimulai kata mengapa, aku membenci kata itu sekarang, karena
menimbulkan penyesalan , penyesalan yang tidak kuketahui sebelumnya.
Setahun sudah aku tidak mendengar
beritamu. Bahkan angin tiba-tiba menjadi pelit untuk sekedar memberikan sedikit
bisikan keberadaanmu. Dimana kamu sekarang, dimana kamu wahai penawan hati. Temui
aku, bebaskan hatiku dari beratnya rindu ini. Lepaskan hatiku dari rasa
bersalah ini. Angin senja ini menghembus pelan, kupejamkan mata ku
konsentrasikan seluruh indera berharap dapat menangkap sedikit bayanganmu. Musik
masih mengalun pelan di telinga ku, semakin membuat nyata kesepian yang kurasa.
Aahhh... senja ini, angin masih saja pelit
padaku, menghantar sebutir air mata mengalir di pipi tanpa kuminta, dan mengering
di tiup angin. Usah kau hibur aku angin,
hati ini hanya akan tersenyum jika aku tahu kabarnya.
Kututup jendela menghalau angin
yang menunjukkan perhatiannya. Aku bukan orang yang mudah terayu. Ku lepaskan
earphone, kumatikan musik yang membuat hatiku kian terjerumus rindu. Kupandang cermin
di dinding kamar ku, kuraih sisir di meja mungil sebelah tempat tidurku. Pelan kusisir
rambutku yang kusut masai. Terasa sakit di kulit kepala , tapi aku tidak perduli.
Kusisir lagi dan lagi,
“rambutmu bagus, aku suka” katamu
sambil memainkan rambutku
“kamu bercanda? Usah menghiburku,
rambut keriting terlihat menggemaskan untuk anak kecil. Untuk seorang gadis
rambut keriting adalah mimpi buruk” aku menarik rambutku yang membelit di jemarinya
Aku tersentak ketika sisir
menarik rambutku yang membelit liar menjadi satu. Kenangan itu datang lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar