“ hi… ”
“ asl plz.. ”
Tanganku mengetik dengan lancar
ketika ada seseorang yang menyapa dengan id radit_sby.
“ hi… ”
“ Surabaya, 25, male ”
“u… ”
Tanganku mulai meng-klik kolom
balas.
“ Surabaya, 20, female ”
“ Nama mu “
Kutunggu beberapa menit dengan
mata tak henti memandang layar monitor.
“ Raditya “
“ u… “
Hmm… Raditya nama yang bagus
pikirku, jariku mulai mengetik balasan untuk Raditya.
“ Rissa “
Malam ini terasa sama seperti 10
tahun lalu, baunya, udaranya, bahkan suara bising kendaraan yang saling berebut
meminta jatah jalan duluan masih terasa akrab di telinga ku. Ku melangkahkan
kaki menuju kafe yang pernah ku kunjungi 10 tahun lalu. Hanya ada sedikit
perubahan sana sini, aku melangkah mencari meja dimana aku dan raditya pernah
duduk bersama.
“ Pesan apa mbak? “ Tanya
pelayan, mataku masih melihat daftar menu yang sebagian besar aku tidak terlalu
menyukainya. “Spaghetti dan es jeruk “ ujarku tersenyum sambil menyerahkan
daftar menu tersebut ke pelayan yang kelihatannya sangat energik dan sigap. Hal
itu terlihat dari tata laku dan cara berjalannya. Harusnya pemilik kafe ini
senang dengan pekerjanya ini.
Mataku mulai memutari dekorasi
ruangan kafe tingkat dua ini. Warna dasar masih sama yaitu kuning,
“ Rissa gimana kuliah mu, maaf ya
aku jarang bisa menepati omongan untuk datang menemui mu “ kata raditya dengan
mata berbinar. Tuhan itu yang ku suka dari salah satu makhluk ciptaanmu ini.
Gaya bicara yang penuh percaya diri, wajah yang manis, postur meski tidak
terlalu tinggi tetapi pas dengan besar badan, rambut terpotong rapi dan
penampilan khasnya dengan kemeja dan jins tampak melekat sempurna di tubuhnya.
“ Tidak apa-apa “ dungu! Umpatku
dalam hati kenapa hanya kata itu yang bisa aku ucapkan. Harusnya aku bilang ‘ hai
radit dengar ya sudah berapa kali kamu bohongi aku untuk ketemu. Kamu tidak
tahu betapa aku sangat merindukanmu. Dan kamu hanya sibuk dengan segala kerjaan
dan aktifitas sial mu itu ‘. Harusnya aku marah karena sudah tak terhitung
banyaknya Radit selalu membatalkan rencana bertemu dengan ku. Tapi setiap aku
bertemu dengannya entah mengapa amarahku menguap melalui ubun-ubun kepalaku
tanpa tersisa sedikitpun.
Pelayan datang membuyarkan
ingatanku akan Raditya, “ silahkan mbak selamat menikmati, kalau ada yang
dibutuhkan silahkan memanggil kami “ ujar pelayang itu ramah. Aku hanya
tersenyum membalas perkataannya. Kupandangi menu yang telah kupesan. Seporsi Spaghetti
di sajikan di piring putih tanpa garnis apapun. Sama persis ketika 10 tahun
yang lalu ketika Raditya memesan makanan ini. Sebenarnya aku tidak suka makanan
ini. Tetapi aku ingin merasakan apa yang Raditya rasakan ketikan menikmati
makanan ini.
“ aku masih sibuk Ris, karena itu
aku tidak bisa datang menemui mu “ kata Raditya sambil memakan Spaghetti di
piring putih itu dengan lahap. Aku hanya tersenyum menanggapi omongan Raditya.
Sekali lagi aku mengumpat dalam hati, mengapa kalau di depan Raditya aku tidak
bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Lidah ku terasa kelu, sulit sekali untuk
kata-kata keluar dari mulut ku. Meski kata-kata sudah demo di otakku meminta
dikeluarkan melalui mulutku. Tetapi lidahku ogah diajak kerjasama. Kurasa
organ-organ pengucapku sedang tidak sependapat.
Spaghetti ini terasa memuakkan di
mulut ku, tetapi kupaksakan untuk memakannya. Aku yakin indera pengecapku saat
ini mengucapkan sumpah serapah ke pada ku yang sudah memaksanya menelan makanan
sialan ini. Kuberdamai dengan indera pengecapku dengan memberinya es jeruk yang
menyegarkan. Segera dengan cepat aku menyelesaikan makan malam terburukku hari
itu. Dan aku meninggalkan tempat itu menuju ke hotel tempatku menginap dan
berjanji dalam hati bahwa ini terakhir kali aku menginjakkan kaki di kafe itu,
dan terakhir kali pula aku memakan spaghetti.
Ku buka pintu kamar hotel itu
dengan sebuah kartu yang diberikan resepsionis melalui lubang pintu. Hotel ini
memang di desain untuk tamu tidak bertatap langsung dengan pegawai hotel.
Setiap kendaraan langsung masuk ke bagasi yang jadi satu dengan kamar hotel.
Menurut perkiraanku hal ini untuk melindungi privasi tamu hotel. Ada banyak
perubahan di kamar hotel ini. Hanya peletakkan meubel nya yang tidak berubah.
Selintas ada perih di hatiku. Bertahanlah Rissa bertahanlah ujar hatiku
menyemangati jiwa ku yang mulai menunjukkan kerapuhannya. Kuletakkan tas ku di
meja kecil dan aku mulai membaringkan badanku di tempat tidur.
“ Ayo masuk, jangan takut “ ujar
Raditya menggandeng tanganku dan menyuruhku duduk di kursi itu. Dan seperti
biasa aku menurut tanpa terlalu banyak kata. “ Rissa kamu pertama kali ke hotel
ya, jangan tegang gitu “ katanya duduk di depanku dengan jarak yang dekat
sekali. Seketika aku gugup dan hanya menundukkan kepala. “ Rissa setelah lama
kita kenal kamu masih saja bersikap pendiam begini “ kata Raditya sambil tersenyum,
tangannya mengacak rambutku. Rasanya nyaman sekali di hatiku.
“ Mungkin karena aku melihat
wajah mu, kalau di telepon kurasa aku bisa ngomong lebih banyak “ jawabku,
ingin rasanya aku manampar mulutku sendiri yang terlalu jujur itu. Raditya tertawa
pelan dan semakin mendekatkan wajahnya ke wajah ku. Aku bisa merasakan nafasnya
menerpa wajahku. Hatiku semakin berdebar, logika ku melayang entah kemana. Dan
kurasakan bibirnya menyentuh bibirku pelan dan aku hanya diam.
Kupejamkan mata di atas kasur
yang bersprei putih itu, kepalaku terasa berdenyut. Perih dihati semakin nyata
kurasa. Raditya, nama selalu tersimpan di hatiku selama bertahun tahun.
Dengannya kulabuhkan cinta pertamaku, ciuman pertamaku, dan ........ mahkotaku. Tak
terasa air mata mengalir tanpa kupinta, aku sangat memujanya, di sisinya semua
terasa indah, di sisinya hanya ada rasa tanpa logika. Perjalanan ini
benar-benar menyiksaku.
Alarm di HandPhone berbunyi
keras, memaksa ku untuk segera mengusir kantuk yang masih menguasaiku. Sudah
jam 08.00 pagi, berapa lama aku tertidur, masih kurasakan air mata yang telah
kering di ujung mataku. Segera ku melangkahkan kaki ke kamar mandi , kunyalakan
shower, kubiarkan airnya membasuh seluruh bagian tubuhku, membersihkan semua
jejak 10 tahun lalu. Hari ini aku akan bertemu dengannya, ya dengan Raditya,
setelah lewat masa 10 tahun. Hari ini aku akan mengungkapkan semua perasaan
yang ada di hatiku yang dulu belum sempat ku katakan kepadanya, yang menyiksaku bertahun tahun. Aku ingin mengeluarkan
segala kekecewaan dan amarah yang telah tersimpan di hatiku. Hari ini aku akan
melupakan dia selamanya.
Ku kenakan pakaian terbaik yang
aku punya, ku oleskan make up di wajahku dengan teknik terbaik yang aku bisa. Aku
ingin bertemu dengan Raditya dengan penampilan terbaik yang aku mampu. Surabaya
pagi itu sudah menunjukkan identitasnya sebagai kota besar, macet mulai
merayapi setiap ujung jalan kota ini. Taxi yang membawaku tidak luput dari
macet, mobil-mobil mulai melakukan perang klakson. Berisik sekali, karena
itulah aku tidak menyukai kota ini, dan juga karena semua kenangan yang ada di
kota ini. Aku menuju ke galaxy mall. Sampai di pelataran, aku turun dan
langsung melangkahkan kaki ke lantai atas ke wilayah food court. Kuedarkan
pandangan ke dalam mall ini.
Di depanku ada sepasang anak muda
hanya saja anehnya yang laki-laki berjalan 5 centimeter di depan perempuannya.
Penampilan yang laki-laki menunjukkan kalau dia adalah seorang executive muda,
terlihat dari kemeja kotak-kotak yang dimasukkan ke celana kain yang tersetrika
rapi. Rambut tampak basah dan rapi sekali cara menyisirnya, langkah kaki yang
mantap tanda tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Pandanganku beralih ke
perempuannya. Memakai kaos warna abu-abu dengan tulisan DAGADU besar di
depannya. Kaos ini tampaknya kebesaran untuknya. Celana kain warna hitam, dan
berjalan tergesa-gesa mengikuti irama langkah lelaki di depannya. Meskipun
selalu menjaga jarak dengan lelaki itu. Pandangan matanya yang selalu menunduk,
tampak sekali perempuan itu memiliki tingkat kepercayaan diri yang rendah.
Sesekali mereka tersenyum karena gaya bercanda yang lelaki itu. Aku tidak
menyukai perempuan yang tampak lemah itu.
Kupercepat langkah dan kuterobos
bayang perempuan itu. Aku senang sekali karena perempuan itu kini menjadi
seorang wanita matang yang percaya diri, melangkah tegap dan kepala memandang
lurus kedepan.
Sampailah kakiku di food court
ini. Kucari tempat duduk yang sama persis letaknya sama seperti 10 tahun lalu.
“ Rissa habisin ya nasi goreng
kamu “ ujar Raditya yang tertawa melihatku bingung menghadapi piring besar
berisi nasi goreng ini. Aku hanya tersenyum malu, dalam hati aku bertanya-tanya
apakah dia memesan sesuatu yang disesuaikan dengan bentuk badanku. Kalau benar
ashhh… malu sekali aku.
“ Banyak sekali nasi goreng nya “
kataku pelan dengan menyuapkan sesendok demi sesendok nasi goreng ini kedalam
mulutku. Raditya menanggapi kata-kataku dengan tersenyum. Ini pertama kalinya
aku diajak makan siang bersama, belum pernah ada laki-laki yang mengajakku
makan siang, dialah orang yang pertama itu. Tidak banyak pembicaraan yang kami
lewatkan siang itu. Hanya sekedar percakapan kecil yang hanya kutanggapi dengan
senyuman atau anggukkan kepala. Semua inderaku sibuk menenangkan genderang di
hatiku. Selepas makan siang, dia mengarahkan mobilnya keluar mall. Ku kira
sudah selesai acara siang ini. Tetapi ternyata dia membelokkan mobilnya ke
sebuah tempat. Kulihat plakat nama tempat ini, rupanya ini adalah tempat
karaoke. Apa!! Ngapain aku diajak kesini. Menyanyi adalah mimpi buruk bagiku.
Aku tidak pernah menyanyi di depan orang lain. Terakhir kali aku menyanyi di
depan orang lain ketika aku berumur 6 tahun untuk acara perpisahan TK.
Raditya memesan ruang karaoke
ukuran small dan membeli dua botol air putih dan sedikit cemilan. Gugup sekali
aku, belum pernah aku pergi ke tempat seperti ini apalagi tujuannya untuk
bernyanyi. Ruangan itu nyaman dengan AC yang tingkat kesejukkannya pas, ada
sofa panjang depannya ada meja yang bawahnya berisi terdapat monitor. Di
depannya sebuah TV besar. Di meja itu ada dua buah mix dan mix itu berhasil membuatku
semakin gugup. Dia mulai memilih-milih lagu dan lagu pertama jatuh pada lagu
Frank Sinatra yang berjudul May Way. Terpana aku melihat cara dia menyanyi dan
terpesona aku akan suaranya. Fix! aku nyatakan aku Jatuh Cinta.
Setengah jam berlalu dari jam
yang telah ditentukan. Aishhh… Raditya tidak berubah, selalu tidak bisa tepat
waktu. Ku hisap pelan jus jeruk di depanku. Berkali-kali kulihat hand phone
berharap ada pesan darinya. Aku ketik pesan untuknya “ Radit jadi datang atau
tidak? Aku sudah datang setengah jam yang lalu “ jariku lalu mengarah ke tombol kirim. Tetapi
hatiku ragu, cepat-cepat aku taruh hand phone itu di meja, sial! Umpat ku.
Kulihat di depanku ada seorang
anak perempuan, perkiraan ku sekitar 2 tahun lebih. Lucu sekali caranya
bercakap dengan Ibunya. Tidak bisa tenang rupanya anak itu, membuat kerepotan
Ibunya. Tersenyum aku melihat adegan di depan itu. Tiba-tiba aku teringat putri
kecilku di rumah, sedang apa dia kini, seharusnya aku sekarang bersamanya dan
menyuapi makan siangnya. Kupandang sekeliling, hatiku mempertanyakan apa yang
sedang kulakukan disini. Ini bukan masa depanku, masa depanku ada di rumah saat
ini, putriku. Aku sangat merindukannya. Segera kulangkahkan kaki meninggalkan
food court, meninggalkan bayangan Raditya yang duduk di kursi depanku. Yang
memandangku kosong, ku balikkan badan, aku tersenyum ke arahnya dan dengan
mantap aku meninggalkan tempat itu, meninggalkan semua masa laluku.